Inspirasi Sygma Daya Insani

Menciptakan Generasi Qurani ala Ibu 10 Penghapal Al-Quran

Menciptakan Generasi Qurani ala Ibu 10 Penghapal Al-Quran

Oleh Sygma Daya Insani | Jum'at, 13 September 2013 07:34 WIB | 148271 Views

Menciptakan Generasi Qurani ala Ibu 10 Penghapal Al-Quran Memiliki anak yang hafal Al Quran merupakan kebanggan bagi keluarga muslim saat ini. Pasalnya, proses menuju ke arah tersebut, dalam kondisi saat ini tidaklah mudah. Apalagi dengan kondisi lingkungan pergaulan, yang bisa menyeret anak-anak k

Menciptakan Generasi Qurani ala Ibu 10 Penghapal Al-Quran

Memiliki anak yang hafal Al Quran merupakan kebanggan bagi keluarga muslim saat ini. Pasalnya, proses menuju ke arah tersebut, dalam kondisi saat ini tidaklah mudah. Apalagi dengan kondisi lingkungan pergaulan, yang bisa menyeret anak-anak kita pada perilaku yang tidak baik.

Namun, hal tersebut bukanlah hal mustahil untuk dilakukan. Dengan niat dan tekad yang kuat, menjadikan anak sebagai penghafal Al Quran, bisa diwujudkan. Hal itulah yang dilakukan oleh Wirianingsih dan Mutaminul Ula, pasangan yang meskipun sibuk, tetapi menyempatkan diri untuk mendidik anak-anaknya menjadi penghafal Quran. Tidak hanya satu atau dua, melainkan 10 orang anak! Subhanallah.

Keduanya bisa disebut luar biasa, karena jarang ada di rumah karena kesibukannya. Wirianingsih menjabat sebagai Ketua Asosiasi Selamatkan Anak sedangkan Mutaminul Ula adalah salah seorang pendakwah yang sering berada di luar rumah untuk memenuhi panggilan dakwah.

Menciptakan Generasi Qurani ala Ibu 10 Penghapal Al-Quran

Berikut ini adalah kisah bagaimana Wirianingsih bersama suaminya mendidik anak-anak mereka menjadi penghafal Al Quran, yang disarikan dari Majalah Ummi, edisi 4 Agustus 2009. Kondisi yang tergambarkan pada kisah berikut, sesuai dengan kondisi pada saat diceritakan :

Sebenarnya kegiatan menjadikan anak-anak hafal Al Quran, laksana sebuah proyek uji coba buat saya dan suami. Awalnya, kami memang sudah dekat dengan Al Quran, lalu kami melihat di Arab sana, menghafal Al Quran adalah hal yang biasa dilakukan masyarakat. Maka, saya dan suami berpikir, kalau orang-orang Arab bisa menghafal Al Quran, kenapa kita tidak, kan Allah menciptakan kapasitas otak manusia sebenarnya sama.

Alhamdulillah, proyek uji coba ini berhasil. Empat dari sepuluh anak saya sudah khatam Al Quran, yaitu yang sulung, anak kedua, ketiga dan keempat. Anak yang lainnya sudah hafal kurang dari 20 juz.

Buat saya dan suami, pembelajaran Al Quran adalah hal yang tidak bisa ditunda, sebab, Al Quran merupakan pegangan dan petunjuk hidup. Tidak seperti matematika atau seni. Al Quran juga bukan bahas Indonesai yang bisa diajarkan nanti-nanti. Kalau tidak dibiasakan sejak awal, tentu akan sulit.

Jadi, saya dan suami sudah mengajarkan Al Quran sedini mungkin kepada anak-anak, bahkan ketika mereka masih dalam kandungan. Hingga anak berumur 3 tahun, murottal Al Quran saya perdengarkan dalam segala aktivitas anak dan tidak dicampurbaur dengan bunyi apa pun, termasuk musik klasik.

Jadi, metode pertama kali adalah mengakrabkan mereka dengan ayat-ayat Allah dulu, membuat hal itu menjadi suatu kebiasaan hingga mereka pun jatuh cinta pada Al Quran. Setelah anak-anak usia tiga tahun, saya perkenalkan huruf hijaiyyah. Sehari minimal satu detik, saya ucapkan satu huruf hijaiyyah ke anak-anak, terus menerus saya ucapkan. Lalu semakin hari ditambah hingga membentuk kata, juga kalimat. Alhamdulillah, pada usia 4 tahun, anak sudah khatam jilid satu quroati dan di usia 6 tahun, sudah bisa baca Al Quran. Selanjutnya, target kami sebelum masuk kuliah, anak harus sudah bisa hafal Al Quran.

Kalau dibilang kami ketat dalam mendisiplinkan anak-anak, memang benar. Dulu, saya tidak mau menerima telepon sepenting apapun saat sedang menguji hafalan anak-anak. Waku yang kami tetapkan untuk setoran hafalan adalah Subuh dan Maghrib, minimal setengah halaman. Sekarang, anak yang besar sudah bisa membantu, jadi kami tinggal mengontrol saja. Anak-anak pun Alhamdulillah kooperatif alam mengikuti semua aturan yang kami buat. Justru sebenarnya tidak terlalu sulit membentuk anak-anak, karena otak anak-anak itu seperti spons, mudah menyerap dan mengikuti.

Bohong jika kami tidak menemui kendala, baik kesehatan, ekonomi dan lingkungan adalah contohnya. Tapi, semua itu janga dijadikan hambatan. Yang terberat memang mengontrol lingkungan, apalagi seperti sekarang ini. Saya pun tidak percaya kalau anak-anak tidak terkena imbasnya. Tapi, lagi-lagi dengan komunikasi dan keterbukaan, kami bisa sama-sama mengevaluasi dan mencari solusinya. ***

Untuk Mengenal buku Muhammad Teladanku dari Sygma Daya Insani silahkan klik foto dibawah ini:

Muhammad Teladanku Muhammad Teladanku

 

Produk Pilihan

Paket Balita Berakhlak Mulia (BBM).

Detail
Rekomondasi Blog