Bisnis dan Keuangan Sygma Daya Insani

Cara Berbisnis Nabi Muhammad Menjauhi Praktek Gharar. Apa itu Gharar ?

Cara Berbisnis Nabi Muhammad Menjauhi Praktek Gharar. Apa itu Gharar ?

Oleh Azar | Rabu, 10 Agustus 2016 06:58 WIB | 114200 Views

Gharar menurut bahasa berarti al-khatar yaitu sesuatu yang tidak diketahui pasti benar atau tidaknya. Dalam akad, gharar bisa berarti tampilan barang dagangan yang menarik dari sigi zhahirnya, namun dari sisi substansinya belum tentu baik. Dengan kata lain gharar adalah akad yang mengandung unsur penipuan karena tidak adanya kepastian,

Cara Berbisnis Nabi Muhammad Menjauhi Praktek Gharar. Apa itu Gharar ?

Gharar menurut bahasa berarti al-khatar yaitu sesuatu yang tidak diketahui pasti benar atau  tidaknya.  Dalam  akad, gharar bisa berarti tampilan barang dagangan yang menarik dari sigi zhahirnya, namun dari sisi substansinya belum tentu baik. Dengan kata lain gharar adalah akad yang  mengandung  unsur  penipuan  karena  tidak  adanya kepastian,  baik mengenai ada atau tidak adanya objek akad, besar kecilnya jumlah, maupun kemampuan  menyerahkan  objek  yang disebutkan  dalam  akad  tersebut.

Dalam  prakteknya  Muhammad  menjauhi  praktek gharar,  karena  membuka ruang  perselisihan  antara  pembeli  dan  penjual.  Muhammad  juga  melarang penjualan  secara urbun (bai’  al-urbun). Muhammad  melarang  penjualan dengan  lebih  dahulu  memberikan  uang  muka  (panjar)  dan  uang  itu  hilang jika pembelian dibatalkan.

Penjualan  yang menyertai urbun adalah seorang pembeli  atau  penyewa  mengatakan:” Saya berikan lebih dahulu uang muka kepada Anda. Jika pembelian ini tidak jadi saya teruskan, maka uang muka itu hilang, dan menjadi milik Anda. Jika barang jadi dibeli maka uang muka itu diperhitungkan dari harga yang belum dibayar.”

Cakupan gharar ini  sangat  luas,yaitu:

Pertama, ketidakmampuan  penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada atau belum ketika akad berlangsung, seperti menjual janin yang masih ada  dalam perut binatang ternak.

Kedua, menjual barang yang tidak berada di bawah kekuasaannya,seperti menjual barang kepada orang lain sementara barang yang akan dijual belum diterima dan masih berada di penjual sebelumnya. Hal ini tidak dibenarkan karena boleh jadi barang itu mengalami perubahan  atau  rusak.

Ketiga, tidak  adanya  kepastian  tentang  jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual. Barang dagangan dan pembayarannya kabur tidak jelas.

Keempat, tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual, seperti penjual berkata, “Saya jual kepada Anda baju yang ada di rumah saya.” Penjual tidak tegas
menjelaskan baju yang mana, warna dan ukurannya, dan ciri-ciri lainnya.

Kelima, tidak tegas jumlah harganya.

Keenam, tidak tegas waktu penyerahan barangnya.

Ketujuh, tidak adanya ketegasan bentuk transaksi.

Kedelapan, tidak adanya kepastian objek, seperti adanya  dua  objek  yang  dijual  dengan  kualitas  yang  berbeda  dengan  harga sama dalam satu transaksi. Penjualan ini tidak tegas objek yang akan dijual.

Kesembilan, kondisi  objek  akad  tidak  dapat  dijamin  kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi. Cara penjualan sebagaimana disebutkan di atas tidak sesuai dengan etika Muhammad dalam berbisnis.

Produk Pilihan

Paket Buku Pintar Iman & Islam (B.

Detail
Rekomondasi Blog