Bisnis dan Keuangan Sygma Daya Insani

Keadaan Perekonomian di Zaman Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam

Keadaan Perekonomian di Zaman Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam

Oleh Azar | Senin, 15 Agustus 2016 03:37 WIB | 146095 Views

Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam dipilih sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam yang harus diperhatikan.

Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam dipilih sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasullullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam bersabda “kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.

Maka upaya mengatasi kemiskinan merupakan dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam. Selanjutnya kebijakan-kebijakan tersebut menjadi pedoman oleh para penggantinya Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib dalam memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Qur’an dan Al-Hadis digunakan sebagai dasar teori ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata perekonomian Negara.

• Pelaksanaan Sistem Ekonomi Arab Jahiliyah dan Pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam (571-632M)

Pemikiran tentang ekonomi Islam ternyata telah muncul sejak lebih dari seribu tahun lalu, bahkan sejak islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam. Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir muslim banyak mengisi khazanah pemikiran ekonomi dunia, pada masa di mana Barat masih claim kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.

Pada masa Arab pra-Islam atau yang sering disebut masa jahiliyah sudah biasa melakukan transaksi berbau riba. Ath-Thabari menyatakan: “Pada masa jahiliyah, praktik riba terletak pada penggandaan dan kelebihan jumlah umur satu tahun. Misalnya, seorang berhutang. Ketika sudah jatuh tempo, datanglah pemberi hutang untuk menagihnya seraya berkata, ‘Engkau akan membayar hutangmu ataukah akan memberikan tambahan (bunga) nya saja kepadaku? Jika ia memiliki sesuatu yang dapat ia bayarkan maka ia pun membayarnya. Jika tidak, maka ia akan menyempurnakannya hingga satu tahun ke depan. Jika hutangnya berupa ibnatu makhadh (anak unta yang berumur satu tahun), maka pembayarannya menjadi ibnatu labun (anak unta yang berumur dua tahun) pada tahun kedua.

Oleh karena itu kota tersebut menjadi pusat peradaban balk politik, ekonomi, dan budaya yang penting. Makkah merupakan jalur persilangan ekonomi internasional, yaitu menghubungkan Makkah ke Abysinia seterusnya menuju ke Afrika Tengah. Dari Makkah ke Damaskus seterusnya ke daratan eropa. Dari Makkah ke al-Machin (Persia) ke Kabul, Kashmir, Singking (Sinjian) sampai ke Zaitun dan Canton, selanjutnya menembus daerah Melayu. Selain itu juga dari Makkah ke aden melalul laut menuju ke India, Nusantara, hingga Canton (al-Haddad).
 
Hal ini menyebabkan masyarakat Makkah memiliki peran strategis untuk berpartisipasi dalam dunia perekonomian tersebut. Mereka digolongkan menjadi tiga, yaitu para konglomerat yang memiliki modal. kedua, para pedagang yang mengolah modal dan’ para konglomerat, dan ketiga, para perampok dan rakyat biasa yang bemberikan jaminan keamanan kepada para khafilah pedagang dari peranatuan, mereka mendapatkan laba keuntungan sebesar sepuluh persen.

Para pedagang tersebut menjual komoditas itu kepada para konglomerat, pejabat, tentara, dan keluarga penguasa, karena komoditas tersebut mahal, terutama barang-barang impor yang harus dikenai pajak yang sangat tinggi. Alat pembayaran yang mereka gunakan adalah koin yang terbuat dari perak, emas atau logam mula lain yang ditiru dari mata uang Persia dan Romawi. Sampai sekarang koin tersebut masih tersimpan disejumlah museum di Timur Tengah.

Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa mata uang pada masa jahiliyah dan pada masa permulaan Islam, terdiri, dari dua macam: dinar dan dirham. Mata uang dirham terbuat dari perak, terdiri dari tiga jenis: Bughliyah, Jaraqiyah, dan Thabariyah. Ukurannya beragam. Bughliyah beratnya 4,66 gram, Jaraqiyah beratnya 3,40 gram, dan Thabariyah beratnya 2,83 gram. Sedangkan mata uang dinar terbuat dari emas.

Pada masa jahiliyah dan pada permulaan Islam, Syam dan Hijaz menggunakan mata uang Dinar yang seluruhnya adalah mata uang Romawi. Mata uang ini dibuat di negeri Romawi, berukiran gambar raja, bertuliskan huruf Romawi. Sate dinar pada masa itu setara dengan 10 dirham.

sumber : islampos

Produk Pilihan

Paket Buku Pintar Iman & Islam (B.

Detail
Rekomondasi Blog